Tok-tok yang menjadi hiburan rakyat tersendiri, telah menjadi tradisi turun temurun sejak lama.
Selain menjadi sarana hiburan bagi masyarakat Pulau Bawean, aduan sapi ini juga dipandang cukup efektif dalam membangun solidaritas dan kebersamaan di antara sesama warga khususnya peternak sapi.
Aduan sapi ini juga memiliki nilai ekonomi yang cukup menggiurkan. Sapi yang menang dalam tok - tok akan menaikan nilai jual dari harga sapi itu sendiri.
Namun, pada sisi lain tradisi aduan sapi ini juga menjadi kontroversi di kalangan masyarakat Bawean, terlebih lagi jika dipandang dari hukum agama, karena dianggap bisa mencederai hewan.
Tidak sedikit masyarakat di Bawean yang menentang tradisi aduan sapi ini, lantaran bertentangan dengan agama yang mereka anut. Namun, sebagian dari mereka menilai tradisi tok - tok ini hal biasa dan lumrah yang tak perlu di perdebatkan lagi keberadaannya.
Terlepas dari kontroversi yang ada, tradisi aduan sapi sudah menjadi budaya yang mengakar di kalangan warga Bawean. Bahkan mereka memiliki komunitas tersendiri lengkap beserta struktur organisasinya.
Aduan sapi biasanya digelar di sebuah lapangan terbuka yang dikelilingi penonton yang datang dari seluruh penjuru Pulau Bawean. Sapi jantan yang diadu umumnya memiliki postur tubuh yang cukup besar dan kekar.
Sapi yang akan di aduh ditempatkan di pojok timur dan pojok barat layaknya petinju profesional.
Diiringi tepuk tangan dan sorak sorai yang meriah, sapi tersebut diadukan oleh seorang pawang yang diberi tugas mengawasi kegiatan pertandingan layaknya seorang wasit.
Tidak ada hadiah apapun yang diperebutkan dalam aduan sapi ini, mereka hanya menyalurkan hobby sekaligus menjadi berkah tersendiri bagi mereka yang memiliki sapi jawara dan masyrakat sekitar yang berdagang. Karena melalui aduan sapi inilah spontan harga sapi pun merangkak naik secara drastis dan penduduk sikitar dapat mengair rezeki dari adanya even tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar