Jumat, 08 Juli 2022

Jherat Lanjheng, Kisah Makam Terpanjang di Pulau Bawean

    visitbawean01 ~ Dalam bahasa Baweannya tempat ini dikenal dengan Jherat Lanjheng, yang berarti Kuburan Panjang. Kuburan atau makam ini menjadi salah satu destinasi wisata yang di Bawean, Kabupaten Gresik. Terletak diantara dua pinggir pantai, makam ini ternyata menyimpan sebuah kisah yang cukup menarik dan melegenda dikalangan masyarakat.

    Pantai Jherat Lanjang mempunyai pesisir pantai yang menjorok kedalam diantara dua sisi makam, kemudian ada bebatuan yang mendominasi di pinggiran pantainya yang sengaja disususn untuk melindungi makam. Di pantai ini lah biasanya orang - orang sering membakar ikan segar dan melahapnya bersama. Ukurannya sangat tidak biasa. makam ini memiliki ukauran yang cukup panjang yakni sekitar 11-12 meter.

    Dikisahkan, Jherat Lanjheng adalah makam dari salah seorang abdi dari Raja Jawa yang cukup masyhur bernama Aji Saka. Dulu ada abdi raja itu bernama Aji Saka. Ia adalah kesatria yang baru saja selesai menimbah ilmu kesaktian. Setelah selesai masa Ia mengabdi kepada gurunya, Dia kemudian berniat untuk mengembara.

    Setelah mendapatkan nasihat sang guru, Aji Saka pun memulai pengembarannya dengan ditemani dua temannya yang bernama Dora dan Sembada. Aji Saka juga membawa barang - barang pusakanya. Mereka kemudian berlayar mengarungi lautan hingga berminggu-minggu.

    Akhirnya, mereka berlabuh di sebuah Pulau, yang kini dikenal dengan Pulau Bawean. Pulau ini memiliki daya tarik yang sangat menakjubkan hingga membuat Aju Saka bersama dua temannya Dora dan Sembada itu merasa senang.

    Hingga suatu ketika, Aji Saka bertemu dengan seorang kakek tua. Aji Saka mendapatkan informasi darinya bahwa ada pemandangan yang lebih bagus dari pulau yang ia tempati sekarang bernama Pulau Jabadiu, saat ini dikenal dengan Pulau Jawa. Disanalah pusat ibu kota Nusantara.

    Barang-barang pusaka yang dimiliki Aji Saka sudah semakin banyak dan tidak mungkin untuk dibawa ke Pulau Jawa. Aji Saka terpaksa menitipkan pusakanya kepada salah satu temannya yang bernama Dora. Sedangkan, Sembada mendampingi Aji Saka melanjutkan perjalanan.

    Sebelumnya, Aji Saka berpesan kepada Dora untuk menjaga barang pusaka yang ditinggalkan tersebut. Jangan sampai barang pusaka miliknya diberikan kepada siapapun kecuali kepada Aji Saka.

    Pesan Aji Saka itu dipegang teguh oleh Dora. Dia bahkan berjanji akan menjaganya walau nyawa taruhannya. Berangkatlah Aji Saka bersama Sembada ke Pulau Jawa dengan menumpang perahu nelayan setempat.

    Setibanya di Pulau Jawa, Aji Saka merasa sangat gembira dengan keindahan yang begitu menawan. Namun, di pulau Jawa Aji Saka juga harus berhadapan dengan seorang raja kanibal yang suka memakan rakyatnya. Beruntunya Aji Saka bisa menaklukkan raja yang kejam.

    Atas kemengan itu bersorak-soraklah seluruh rakyat. Sejak itu, dimulailah perhitungan Tahun Saka oleh masyarakat Jawa. Aji Saka juga diangkat menjadi raja mereka. Prabu Aji Saka memerintah kerajaan dengan begitu adil dan bijaksana, rakyatnya aman, damai, makmur dan sentosa.

    Suatu hari Prabu Aji Saka teringat pada barang-barang pusakanya yang ditinggal di Pulau Bawean. Karena dibutuhkan, Aji Saka kemudian memerintahkan Sembada untuk mengambil barang pusakanya.

    Saat tiba di Pulau Bawean, Sembada sangat girang bisa bertemu dengan Dora. Sembada pun menceritakan kepada Dora bahwa Aji Saka kini telah menjadi raja di Pulau Jawa.

    Dora pun turut senang. Kemudian, Sembada menjelaskan maksud kedatangannya tersebut. Ia meminta kepada Dora agar menyerahkan barang-barang pusaka tersebut kepada Sembada untuk dibawa ke kerajaan Aji Saka.

    Dora tidak memberinya karena ia teguh memegang amanat Aji Saka agar tidak memberikan pusaka itu kepada siapapun, selain kepada Aji Saka. Sembada juga teringat pesan Aji Saka agar membawa semua barang-barang pusakanya itu kepada Aji Saka.

    Keduanya sama-sama memegang pesan dari Aji Saka. Setelah berdebat cukup lama dan hilang kesabaran antara keduanya, Sembada yang berbada gemuk menyerang Dora yang bertubuh tinggi dan jangkung. Terjadilah perkelahian antara keduanya.

    Dimulai dari pertarungan menggunakan tangan kosong. Kemudian, keduanya sama-sama mengeluarkan keris masing - masing. Duel antara kesatria itu pun berlangsung lama karena sama-sama memiliki kesaktian yang mempuni.

    Akhirnya, Dora berhasil menghujamkan kerisnya ke dada Sembada. Namun, Sembada juga berhasil menusukkan kerisnya ke lambung Dora. Keduanya berpandangan sejenak sambil tangannya memegang kerisnya yang masih menancap.

    Lalu,berangkul-rangkulan. Sementara, darah mengalir deras tubuh mereka. Beberapa saat kemudian, mereka pun roboh dan tak berkutik. Mereka tewas dalam mengemban tugasnya. Dora tewas demi memegang teguh pesan Aji Saka dan mempertahankan janjinya sendiri. Sembada juga tewas dalam melaksanakan tugas yang dieberikan Aji Saka kepadanya.

    Sudah begitu lama Prabu Aji Saka menunggu Sembada. Maka, dia pun pergi menyusul bersama beberapa prajurit istana. Setelah tiba di pantai Pulau Bawean, kagetlah Prabu Aji Saka menyaksikan keduanya yang telah gugur dengan keris tertancap di mereka.

    Lalu, Dora yang bertubuh tinggi dikuburkan di bawah pohon besar. kini dikenal tempat itu dikenal dengan Jherat Lanjheng. Sedangkan, Sembada dikebumikan ditempat terpisah dekat kuburan penduduk yang tidak jauh dari kuburan Dora.

    Di depan jasad dua sahabatnya, Prabu Aji Saka menulis puisi yang kemudian dikenal sebagai aksara Jawa. Puisi yang ditulis Prabu Aji Saka berbunyi, Hanacaraka datasawala padhajayanya magabathanga. Artinya, Terdapat dua utusan. Mereka berbeda pendapat. Mereka berdua sama kuatnya. Inilah mayat mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar